Assalamu'alaikum Wr.Wb

Hamba Sejati; Tak mengharap kecuali pada Rabbnya; tak mengkhawatirkan kecuali dosanya. - Ali Bin Abi Thalib-

Kamis, 18 April 2013

Makalah PPKN tentang PEMILU


KATA PENGANTAR

       Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga, saya berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang bertema “Lunturnya Makna Bhineka Tunggal Ika bagi Masyarakat Indonesia”.

        Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Dalam Penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki.

Saya  menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kamu harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat berguna untuk para pembaca.

Jakarta,   Januari 2013
                                                             

                                                                                                                            Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi 
BAB I Pendahuluan
            A. Latar Belakang 
            B. Rumusan Masalah 
            C. Tujuan Masalah 
            D. Ruang Lingkup
BAB II PEMBAHASAN
            A. Pengertian dan Sejarah
1. Pengertian
2. Sejarah 
            B. Pelaksanaan Pemilu 
                        1. Asas-asas Pemilu 
                  2. Penyelenggaraan Pemilu
                  3. Makna Pemilu 


C. PEMILU DI INDONESIA
            1. Pemilu di Indonesia 
                        a. Pemilu Transisi 
D. PEMILU DEMOKRATIS 
BAB III PENUTUP
            A. Kesimpulan 
DAFTAR PUSTAKA 

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah bangsa multietnik yang mempunyai satu kesatuan yang utuh. Bhineka Tunggal Ika adalah motto bangsa Indonesia. Bhineka Tunggal Ika mempunyai arti berbeda-beda tetapi tetap satu.
Dengan adanya semboyan Bhineka Tunggal Ika seharusnya masyarakat Indonesia bisa bersatu dan menghambat semua konflik yang didasari atas kepentingan pribadi maupun kelompok. Namun apa yang terjadi saat ini, makna Bhineka Tunggal Ika seakan-akan tak pernah ada dan tak berarti lagi. Banyak sekali generasi muda yang hanya mempelajari arti Bhineka Tunggal namun dalam kehidupan sehari-hari tak menerapkannya. Hal tersebut sangat disayangkan. Kalau yang muda sudah seperti itu bagaimana kehidupan mendatang dan siapa yang akan meneruskan persatuan yang telah ada?
Adanya perbedaan, seperti perbedaan status , ras , agama maupun golongan serta paham membuat anti persatuan , pertengkaran , yang menjadikan kerusuhan di mana-mana. Padahal perbedaan adalah anugerah dimana kita bisa mengenal , mengisi satu sama lain. Serta mengakui perbedaan dan menghormatinya , ditambah dengan kuatnya niat untuk mempertahankan kesatuan , maka negeri ini akan damai. Tak akan ada kerusuhan dimana-mana.
Menurut Brewer & Gaetner (2003) salah satu cara agar konsep Bhineka Tunggal Ika menjadi jiwa masyarakat Indonesia adalah dengan identitas social mutual differentiation model, yaitu suatu model dimana seseorang atau kelompok tertentu mempertahankan identitas asal. Namun secara kebersamaan ke semua kelompok tersebut juga memiliki tujuan bersama yang pada akhirnya mempersatukan mereka semua.
Berdasarkan uraian di atas makna Bhineka Tunggal Ika sekarang ini seakan-akan sudah tak berarti lagi , maka kami mengangkat judul “Lunturnya Makna Bhineka Tunggal Ika bagi Masyarakat Indonesia”.

B.  Rumusan Masalah
1.  Apa pengertian Bhineka Tunggal Ika?
2.  Apa fungsi Bhineka Tunggal Ika?
3.  Apa saja yang menyebabkan lunturnya makna Bhineka Tunggal Ika?



C.  Tujuan
1.  Untuk mengetahui pengertian Bhineka Tunggal Ika
2.  Untuk mengetahui fungsi Bhineka Tunggal Ika
3.  Untuk mengetahui penyebab lunturnya makna Bhineka Tunggal Ika

D.  Batasan Masalah
Ruang lingkup dari makalah ini batasi khusus untuk mempelajari tentang Bhineka Tunggal Ika



                                                                           BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian dan Sejarah
Bhinneka Tunggal Ika adalah motto atau semboyan Indonesia.Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.
Diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti "beraneka ragam" atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Jawa Kuna berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu".Kata ika berarti "itu".Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan.Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Bhineka tunggal ika merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Hal ini bisa terlihat pada dua kakawin atau syairnya yang ternama yaitu kakawin Arjunawijaya dan terutama kakawin Sutasoma. Bahkan salah satu bait dari kakawin Sutasoma ini diambil menjadi motto atau semboyan Republik Indonesia: “Bhinneka Tunggal Ika” atau berbeda-beda namun satu jua
Kutipan ini berasal dari pupuh 139, bait 5. Bait ini secara lengkap seperti di bawah ini:
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Terjemahan:
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
Frasa tersebut berasal dari bahasa Jawa Kuna dan diterjemahkan dengan kalimat Berbeda-beda tetapi tetap satu. Kemudian terbentuklah Bhineka Tunggal Ika menjadi jati diri bangsa Indonesia. Ini artinya, bahwa sudah sejak dulu hingga saat ini kesadaran akan hidup bersama di dalam keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta semangat bangsa di negeri ini.
Munandar (2004:24) dalam Tjahjopurnomo S.J. mengungkapkan bahwa sumpah palapa secara esensial, isinya mengandung makna tentang upaya untuk mempersatukan Nusantara. Sumpah Palapa Gajah Mada hingga kini tetap menjadi acuan, sebab Sumpah Palapa itu bukan hanya berkenaan dengan diri seseorang, namun berkenaan dengan kejayaan eksistensi suatu kerajaan. Oleh karena itu, sumpah palapa merupakan aspek penting dalam pembentukan Jati Diri Bangsa Indonesia. Menurut Pradipta (2009), pentingnya Sumpah Palapa karena di dalamnya terdapat pernyataan suci yang diucapkan oleh Gajah Mada yang berisi ungkapan “lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa” (kalau telah menguasai Nusantara, saya melepaskan puasa/tirakatnya). Naskah Nusantara yang mendukung cita-cita tersebut di atas adalah Serat Pararaton. Bunyi selengkapnya teks Sumpah Palapa menurut Pararaton edisi Brandes (1897 : 36) adalah sebagai berikut:
Sira Gajah Mada Patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.
Terjemahan:
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa (nya). Beliau Gajah Mada: Jika telah mengalahkan nusantara, saya (baru) melepaskan puasa, jika (berhasil) mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru) melepaskan puasa (saya).
Kemudian dilanjutkan dengan adanya Sumpah Pemuda yang tidak kalah penting dalam sejarah perkembangan pembentukan Jati Diri Bangsa ini. Tjahjopurnomo (2004) menyatakan bahwa Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 secara historis merupakan rangkaian kesinambungan dari Sumpah Palapa yang terkenal itu, karena pada intinya berkenaan dengan persatuan, dan hal ini disadari oleh para pemuda yang mengucapkan ikrar tersebut, yakni terdapatnya kata sejarah dalam isi putusan Kongres Pemuda Kedua. Sumpah Pemuda merupakan peristiwa yang maha penting bagi bangsa Indonesia, setelah Sumpah Palapa.Para pemuda pada waktu itu dengan tidak memperhatikan latar kesukuannya dan budaya sukunya berkemauan dan berkesungguhan hati merasa memiliki bangsa yang satu, bangsa Indonesia.Ini menandakan bukti tentang kearifan para pemuda pada waktu itu.Dengan dikumandangkannya Sumpah Pemuda, maka sudah tidak ada lagi ide kesukuan atau ide kepulauan, atau ide propinsialisme atau ide federaslisme.Daerah-daerah adalah bagian yang tidak bisa dipisah-pisahkan dari satu tubuh, yaitu tanah Air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia.Sumpah Pemuda adalah ide kebangsaan Indonesia yang bulat dan bersatu, serta telah mengantarkan kita ke alam kemerdekaan, yang pada intinya didorong oleh kekuatan persatuan Indonesia yang bulat dan bersatu itu.
Pada saat kemerdekaan diproklamirkan, 17 Agustus 1945 yang didengungkan oleh Soekarno-Hatta, kebutuhan akan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia tampil mengemuka dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar Negara RI. Sejak waktu itu, Sumpah Palapa dirasakan eksistensi dan perananya untuk menjaga kesinambungan sejarah bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh. Seandainya tidak ada Sumpah Palapa, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) akan dikoyak-koyak sendiri oleh suku-suku bangsa Nusantara yang merasa dirinya bisa memisahkan diri dengan pemahaman federalisme dan otonomi daerah yang berlebihan. Gagasan-gagasan memisahkan diri sungguh merupakan gagasan dari orang-orang yang tidak tahu diri dan tidak mengerti sejarah bangsanya, bahkan tidak tahu tentang “jantraning alam” (putaran zaman) Indonesia.
Hakikat Bhineka Tunggal Ika menurut Notonegoro : Perbedaan itu adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, namun perbedaan itu bukannya untuk dipertentangkan dan diperuncingkan melainkan perbedaan itu untuk dipersatukan disintesakan dalam suatu sintesa yang positif dalam suatu negara kebersamaan , Negara persatuan Indonesia.
Bhineka Tunggal Ika menggambarkan kesatuan geopolitik dan geobudaya yang terpancar dari Sabang sampai Merauke. Di mana terdapat berbagai macam agama , ide , ideologis , suku bangsa , dan bahasa. Dari keberagaman ini muncul suatu pengertian bahwa ke-Indonesia-an memang mulai dari adanya keberagaman.
Pondasi dasar kebudayaan Indonesia mempunyai sifat akulturatif , integrative , adaptif , kreatif , dan harmonis yang dinamis dalam menerima unsur-unsur budaya asing menyaring dan menyerap akan hal-hal yang dapat memperkaya munculnya anasir-anasir ke-Indonesia-an. Dasar Bhineka Tunggal Ika merupakan unsure yang sangat fundamental dan ia merupakan culture intelegent yang dapat dijadikan bingkai dasar untuk merajut kembali goyahnya jadi diri kebudayaan bangsa.
Di samping itu, karena Negara Indonesia terdiri atas banyak pulau dan suku bangsa serta golongan warga negara , maka rakyat Indonesia menjunjung tinggi semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Dalam hubungan ini sebagai warga negara tidak boleh mempertentangkan perbedaan bentuk dan wujud kebudayaan yang beraneka ragam yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia, keanekaragaman itu hendaknya saling melengkapi dan semuanya itu merupakan khazanah kebudayaan nasional.
Dalam pengertian harfiah Bhineka Tunggal Ika berarti berbeda tetapi tetap satu.Artinya, walapun bangsa Indonesia mempunyai latar belakang yang berbeda baik dari suku, agama, dan bangsa tetapi adalah bangsa Indonesia. Pengukuhan ini telah dideklarasikan semenjak tahun 1928 yang terkenal dengan nama "sumpah pemuda".

B.  Fungsi Bhineka Tunggal Ika
1.   Mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari bermacam- macam suku, ras, dan agama.
2.   Menghambat semua konflik yang didasari atas kepentingan pribadi maupun kelompok.
3.   Memiliki tujuan yang sama yaitu mempertahankan kesatuan
4.   Mewujudkan cita-cita luhur bersama
5.   Mewujudkan masyarakat madani
6.   Mewujudkan perdamaian Indonesia

C.  Penyebab Luntunya Bhineka Tunggal Ika
Berikut ini beberapa penyebab lunturnya makna Bhineka Tunggal Ika :
1.  Diskriminasi
Bahwa ada masa ketika istilah SARA demikian popular, merupakan pengakuan tidak Iangsung (sekurang-kurangnya) ada masa dimana terjadi diskriminasi ras-etnik di negeri ini.Dalam praktik, pemenuhan hak-hak sipil yang merupakan bagian masyarakat ditandai dengan keturunan Tionghoa, bahkan sampai detik inipun masih terjadi diskriminasi.Pembedaan perlakuan ketika mengurus dokumen paspor, dengan keharusan melampirkan Surat Bukti Kewarganegaraan, merupakan salah satu contoh praktik diskriminasi ras.
Atas praktik semacam itu, Hamid Awaludin dalam acara Dialog Kewarganegaraan dan Persatuan tersebut dengan lantang mengatakan, "Tidak usah mendebat (pejabat imigrasi yang bersangkutan).Catat namanya dan laporkan kepada saya."
Diskriminasi ras-etnik, khususnya terhadap orang-orang Indonesia suku Tionghoa sudah menjadi kisah panjang. Masih segar di ingatan kita, peragaan sikap alergi penguasa terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan suku Tionghoa. Aksara, musik, bahasa, praktik kepercayaan, bahkan ciri-ciri fisikpun dipermasalahkan.
Sebagian orang sekarang menghubungkannya dengan perang dingin yang mempengaruhi hubungan antarnegara saat itu. Tapi jauh sebelum itu, sudah terjadi PP 10 yang membatasi ruang gerak suku Tionghoa yang tinggal di desa-desa sehingga kemudian berlanjut dengan arus "pulang" ke Tiangkok. Sudah terjadi pula imbauan untuk mengganti nama tiga suku dengan ''nama Indonesia''. Sudah terjadi pembatasan pilihan pekerjaan/profesi bagi orang-orang Tionghoa, juga pembatasan masuk universitas-universitas negeri.
Diskriminasi terhadap kaum minoritas di Indonesia masih merupakan masalah aktual. Hal ini seharusnya tidak terjadi lagi, karena dalam masa reformasi ini telah diadakan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, serta oleh pemerintahpemerintah sejak masa Presiden Habibie, Gus Dur, hingga Megawati telah dikeluarkan beberapa Inpres yang menghapuskan peraturan-peraturan pemerintah sebelumnya khususnya ORDE BARU yang bersifat diskriminatif terhadap kebudayaan minoritas, dalam arti adat istiadat, agama dari beberapa suku bangsa minoritas di tanah air. Mengapa hal demikian dapat terjadi terus, seakan-akan rakyat kita sudah tak patuh lagi dengan hukum yang berlaku di negara kita.Untuk menjawab ini, tidak mudah karena penyebabnya cukup rumit, sehingga harus ditinjau dari beberapa unsur kebudayaan, seperti politik dan ekonomi.Dan juga psikologi dan folklornya.

2.  Konflik
Konflik dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi.Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.




Faktor penyebab konflik :
a. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik.Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
b.   Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
c.      Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda.Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan.Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang.Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang.Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan.Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politikekonomisosial, dan budaya.Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya.Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
d.  Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
1.                Egoisme
Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah "egois".Lawan dari egoisme adalah altruisme.
Hal ini berkaitan erat dengan narsisme, atau "mencintai diri sendiri," dan kecenderungan mungkin untuk berbicara atau menulis tentang diri sendiri dengan rasa sombong dan panjang lebar. Egoisme dapat hidup berdampingan dengan kepentingannya sendiri, bahkan pada saat penolakan orang lain. Sombong adalah sifat yang menggambarkan karakter seseorang yang bertindak untuk memperoleh nilai dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang ia memberikan kepada orang lain. Egoisme sering dilakukan dengan memanfaatkan altruismeirasionalitas dan kebodohan orang lain, serta memanfaatkan kekuatan diri sendiri dan / atau kecerdikan untuk menipu.
Egoisme berbeda dari altruisme, atau bertindak untuk mendapatkan nilai kurang dari yang diberikan, dan egoisme, keyakinan bahwa nilai-nilai lebih didapatkan dari yang boleh diberikan. Berbagai bentuk "egoisme empiris" bisa sama dengan egoisme, selama nilai manfaat individu diri sendirinya masih dianggap sempurna
1.                Hambatan Dari Dalam
Bung Karno, sang proklamator, pernah berkata, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Dalam perkataan beliau, sudah nampak jelas bahwa apa yang menjadi substansi ke depan bagi rakyat Indonesia adalah sebuah perjuangan untuk mengatasi hambatan dari dalam dan bukan lagi dari luar, karena Soekarno sendiri telah menyudahi penjajahan di Indonesia ini dengan memproklamirkan berdirinya Negara Kesatuan Rpublik Indonesia.
Di negara ini, masih banyak yang berjuang atas nama agama, suku, golongan, dan ras. Masing-masing beranggapan bahwa dirinya lebih baik dari yang lain. Hal inilah yang menjadi kesalahan. Adanya perbedaan bukan dipandang sebagai sebuah kekayaan bangsa yang seyogyanya dipertahankan dan dilesatrikan, melainkan dipandang sebagai sesuatu yang bisa menyulut konflik berkelanjutan.
Mengatasi hambatan yang berasal dari luar memang lebih mudah, sebab semua perbedaan bisa segera dihilangkan untuk mengatasi hambatan tersebut. Lain halnya ketika hambatan itu berasal dari dalam, sebab masing-masing kelompok memiliki ego masing-masing.
Apa yang bisa menghentikan ini adalah dengan kembali kepada Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, mengimplementasikan secara serius dan total dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dua dasar inilah yang akan mempersatukan dan menjawab tantangan Soekarno dalam menghadapi hambatan dari dalam.
Sudah seyogyanya dua dasar ini bukan hanya terletak sebagai sebuah pajangan yang dianggap membanggakan. Tanpa implementasi yang sungguh-sungguh, pajangan ini tidak bisa dikatakan membanggakan, melainkan memalukan karena hanya sebagai sebuah wacana kosong.
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika tidak boleh dipensiunkan sebagai sebuah dasar negara. Mereka adalah sebuah dasar yang hingga kapanpun tidak bisa dipensiunkan, tidak bisa digantikan, apalagi dihilangkan. Tanpa mereka, Indonesia hanya akan berjalan setapak demi setapak menuju jurang kehancuran
Di bawah ini merupakan beberapa contoh permasalahan dari lunturnya makna Bhineka Tunggal Ika bagi masyarakat Indonesia :
Bangsa Indonesia untuk kesekian kalinya berduka karena konflik berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) kembali terjadi di sejumlah daerah.
Dengan mengatasnamakan agama, sekelompok orang menyerang kelompok Ahmadiyah di Cikuesik, Pandeglang, Banten, yang menewaskan sebanyak empat orang dan belasan warga Ahmadiyah mengalami luka, pada awal Februari 2011. Bahkan, kekerasan yang dialami kelompok Ahmadiyah tidak hanya terjadi sekali, namun beberapa kali seperti penyerangan warga Ahmadiyah di Bogor, Jawa Barat.
Selain itu, kasus kerusuhan dan perusakan gereja terjadi seusai sidang lanjutan kasus penistaan agama di Pengadilan Negeri Temanggung, Jawa Tengah. Kemudian penyerangan di Pondok Pesantren Yayasan Pendidikan Islam (YAPI) Pasuruan.
Sejumlah konflik SARA yang terjadi beberapa bulan terakhir membuka memori lama yakni kerusuhan di Sambas, Kalimantan Barat, pada awal tahun 1999, dimana antarsuku saling serang, saling tikam dan saling bunuh antara kelompok Madura perantauan dan kelompok lokal.
Konflik Poso pada tahun 2000, tentu masih menyisakan rasa trauma yang mendalam bagi bangsa Indonesia. Walaupun kedua belah pihak berusaha untuk menghentikan pertikaian antara umat Kristen dan Islam, tetapi tak kunjung selesai.
Kasus SARA di Kabupaten Situbondo dan Karawang pada tahun 2006, juga masih membekas di ingatan masyarakat karena banyak gereja dan masjid yang dibakar sebagai akibat konflik SARA yang tidak terselesaikan.
Dan tentu masih jelas dalam ingatan adanya daerah-daerah yang ingin melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Republik Maluku Selatan (RMS), dan Organisasi Papua Merdeka(OPM). Sangat tampak ini adalah karena lunturnya makna bhineka tunggal ika.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang mengakui banyak perbedaan dan seharusnya tidak ada konflik yang berujung pada kekerasan, ketika semua pihak memahami semboyan Bhineka Tunggal Ika tersebut.
Dalam resolusi konflik biasanya masyarakat berupaya mencari jalan keluar dengan meminimalisasi sebuah konflik, karena ada nilai-nilai yang mengatur dan dikenal dengan istilah bentuk perdamaian atau "mode of peace". Di Indonesia, 'mode of peace' yang menghargai perbedaan sudah terdegradasi.
Sejauh ini, dalam pembangunan kebangsaan yang menghormati perbedaan dan menjunjung tinggi toleransi sudah terkikis. Apabila hal tersebut dibiarkan maka sengketa atau konflik mudah saja terjadi..
Ketika sebuah negara hukum sudah membuat aturan maka "rule of the game" harus dipatuhi semua pihak dan negara menegakkan aturan tersebut, bukan sebaliknya.
Apabila orientasi suatu bangsa dapat menjunjung nilai-nilai kebangsaan maka persoalan atau konflik dapat terabaikan. Kesepakatan nasionalisme yang diikuti dengan sanksi tegas dituangkan dalam kesepakatan hukum yang harus dipatuhi bersama.
Kenyataan bahwa bangsa ini sebagai sebuah komunitas yang majemuk merupakan sebuah „ketetapan‟ yang telah terjadi. Fakta tersebut sudah seharusnya tidak lagi dipermasalahkan sebagai penyebab utama timbulnya konflik sosial.
Di bumi pertiwi kita semakin banyak konflik-konflik yang terjadi di masyarakat yang mengusung label solidaritas kedaerahan dan etnis tertentu yang sebenarnya tidak perlu terjadi jika pemerintah jeli dalam membaca situasi dan kondisi sosial yang dialami rakyat Indonesia.
Kondisi sosial di sini, dapat diartikan sebagai ketidakadilan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan sosial yang timpang, serta lemahnya penegakan hukum. Hal-hal tersebut dapat menimbulkan ketidakpuasan suku-suku yang merasa dirugikan oleh kinerja pemerintah. Akibatnya konflik antar suku pun tak bisa terelakkan karena ada beberapa suku yang merasa bahwa pemerintah telah bersikap „pilih kasih‟ dalam hal pembangunan dan penyejahteraan sosial serta dalam penegakkan hukum. Rasa tidak puas tersebut bahkan bisa menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya gerakan separatis di negara ini.
Bhineka Tunggal Ika, semboyan kita, sebenarnya merupakan pemikiran rasional Indonesia sebagai bangsa yang majemuk, multi budaya, multi agama, multi ras dan multi bahasa.Kita harus menjaga semboyan kita sebaik mungkin, karena yang kita inginkan adalah Bhineka Tunggal Ika yang bermartabat. Untuk menjaga martabat tersebut, maka berbagai hal yang mengancam Bhineka Tunggal Ika harus ditolak, seperti sentimen kedaerahan dan separatisme.
Dalam pancasila, Bhineka Tunggal Ika dituangkan dalam sila ketiga, yakni “Persatuan Indonesia” yang merupakan landasan hukum dalam hal integrasi bangsa dan negara, serta sebagai motivasi perbuatan baik di kehidupan masyarakat. Pancasila maerupakan „nyawa‟ bagi Indonesia. Dalam pancasila sebenarnya landasan dan tujuan negara sekaligus tercantum secara implisit dan eksplisit. Sila ke-1 sampai dengan sila ke-4 merupakan nyawa bangsa yang saling menjiwai satu dengan yang lainnya unuk mencapai tujuan negaara yang tercantum pada sila
ke-5.
Namun, saat ini semangat Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan masyarakat semakin pupus. Sudah terlalu banyak konflik SARA yang mengguncang bumi pertiwi beberapa dekade terakhir (contoh : kerusuhan antara Suku Dayak dan Madura di Sampit, kerusuhan Poso, kerusuhan Ambon, Gerakan Aceh Merdeka, Organisasi Papua


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Indonesia sekarang ini yang sudah tampak kecondongan terpecah belah, individualis dengan dalih otonomi daerah,perbedaan SARA, tidak lagi muncul sifat tolong menolong atau gotong royong, semangat “Bhinneka Tunggal Ika” perlu untuk di sosialisasikan lagi. Bhineka Tunggal Ika mulai luntur, banyak anak muda yang tidak mengenalnya, banyak orang tua lupa akan kata-kata ini, banyak birokrat yang pura-pura lupa, sehingga ikrar yang ditanamkan jauh sebelum Indonesia Merdeka memudar, seperti pelita kehabisan minyak.
Sumpah Pemuda hanya sebagai penghias bibir sebagian orang, dan bagi sebagian orang hanya dilafaskan pada saat memperingati hari sumpah pemuda setiap 28 Oktober. Tetapi bagi sebagian yang muda hanya sebagai pelajaran sejarah yang hanya dipelajari di sekolah-sekolah. Api dari Persatuan Indonesia melalui “Bhinneka Tunggal Ika” perlu untuk dinyalakan lagi di hati anak bangsa.
Ingat apa yang pernah disampaikan oleh Bung Karno dalam salah satu pidatonya “JANGAN WARISI ABU DARI PERJUANGAN INDONESIA !, JANGAN WARISI ABUNYA!!!, tetapi WARISILAH API DARI PERJUANGAN INDONESIA!!!”

DAFTAR PUSTAKA

Suparlan, Parsudi. 2005. Sukubangsa dan hubungan antar-sukubangsa. Jakarta : Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu
Kosasih, Ahmad D. 2008. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa. Jakarta : Prenada Media
Sudjanto, Bedjo. 2007. Pemahaman Kembali Makna Bhineka Tunggal Ika. Jakarta : Sagung
http://amrizalfile.blogspot.com/ Bhineka Tunggal Ika di unduh pada tanggal 27 Desember 2012
Bank files cr.rozi.net


Tidak ada komentar:

Posting Komentar