KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga, saya
berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang
bertema “ILMU YANG BEBAS NILAI DAN TANGGUNG
JAWAB SOSIAL
Makalah ini disusun untuk melengkapi
tugas Filsafat. Dalam Penulisan makalah ini Kami merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penyusun.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga
makalah ini dapat berguna untuk para pembaca.
Jakarta, November 2012
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
Sekarang
ini ilmu sudah berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan
penciptaan manusia itu sendiri. Ilmu tidak hanya menimbulkan gejala
dehumanisasi namun bahkan dapat mengubah hakiki kemanusiaan itu sendiri, dengan
kata lain ilmu bukan lagi merupakan sarana ynag membantu manusia mencapai
tujuan hidupnya tetapi dapat juga menciptakan tujuan hidupnya.
Mengadapi
kenyataan seperti ini, ilmu yang pada hakikatnya mempelajari alam sebagaimana
adanya, mulai mempertanyakan untuk apa sebenarnya ilmu itu dipergunakan? Dimana batas wewenang
penjelajahan keilmuan dan ke arah mana perkembangan ilmu yang seharusnya.
Pertanyaan yang semacam ini jelas tidak metupakan urgensi bagi keilmuan. Namun
pada abad ke-20 para ilmuwan mencoba menjawab pertanyaan ini dengan berpaling
pada hakikat moral.
Sejak
saat itu, ilmu sudah terkait dengan masalah- masalah moral dalam perspektif
yang berbeda. Contoh : Ketika Copernicus ( 1473-1543) mengajukan teorinya
tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa bumi yang berputar mengelilingi
matahari. Berbeda dengan pendapat ajaran agama, sehingga terjadi interaksi
anatara ilmu dan moral (yang bersumber pada ajaran agama) yang berkonotasi
metafisik. Secara metafisik, ilmu ingin mempelajari alam sebagaimana adanya,
sedangkan pihak lain terdapat keinginan agar ilmu mendasarkan pada kenyataan-
kenyataan (nilai- nilai ) yang terdapat dalam ajaran- ajaran di luar bidang
keilmuan, diantaranya yaitu agama.
Dari
kasus Copernicus tersebut, pada dasarnya mencerminkan suatu pertentangan antara
ilmu yang ingin terbebas dari nilai- nilai diluar bidang keilmuan dengan ilmu
yang berlandaskan pada nilai- nilai di luar bidang keilmuan. Pada makalah ini,
akan dijelaskan mengenai paradigma tentang ilmu.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Ilmu
Rasionalisasi
limu pengetahuan terjadi sejak Rene Descartes dengan sikap skeptic-metodisnya
meragukan segala sesuatu, kecuali dirinya yang sedang ragu-ragu (cogito ergo
sum). Sikap ini berlanjut pada Auf Klarung, suatu era yang merupakan suatu
usaha manusia untuk mencapai rasional tentang dirinya dan alam.
Istilah ilmu
dalam pengertian klasik diartikan sebagai pengetahuan tentang sebab – akibat
atau asal usul. Guston Buchelard menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu
produk pemikiran manusia yang sekaligus menyesuaikan antara hukum-hukum
pemikiran dengan dunia luar.
Daoed Joesoef
menunjukkan bahwa pengertian ilmu mengacu pada tiga hal, yakni produk-produk,
proses dan masyarakat. Ilmu pengetahuan sebagai produk, artinya pengetahuan
yang telah diketahui serta diakui kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan. Ilmu
pengetahuan sebagai poses, artinya kegiatan kemasyarakatan yang di lakukan demi
penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya bukan sebagaimana yang
dikehendaki.
Ilmu
pengetahuan sebagai masyarakat, artinya dunia pergaulan yang tindak tanduknya,
perilaku dan sikap serta tutur katanya diatur oleh empat ketentuan yaitu:
universalisme, komunalisme, tanpa pamrih dan skeptisisme yang teratur.
1.Van Melsen
mengemukakan beberapa ciri yang menandai ilmu, yaitu : Ilmu pengetahuan secara
metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara logis koheren.
2. Ilmu
pengetahuan tanpa pamrih karena erat kaitannya dengan tanggung jawab ilmuan.
3.Universalitas
ilmu pengetahuan.
4.Objektivitas,
artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak di distorsi oleh prasangka-prasangka
subjektif.
5.Ilmu
pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang
bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan.
6. Progresivitas,
artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah bila mengandung
pertanyaan-pertanyaan baru dan menimbulkan problem-problem baru lagi.
7. Kritis, tidak
ada teori ilmiah yang difinitif.
8.Ilmu
pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan antara teori dengan
praktis ( dalam Rizal Mustansyir,dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, hlm.
140-141).
Dalam pembahasan tentang lmu seringkali
kita dihadapkan dengan paradigma bebas nilai dalam ilmu. Dalam bahasa Inggris
paradigma bebas nilai disebut dengan value free, mengatakan bahwa
ilmu dan juga tekhnologi bersifat otonom. Ilmu secara otonom tidak memiliki
keterkaitan sama sekali denga nilai. Pembatasan-pembatasan etis hanya akan
menghalangi eksplorasi pengembangan ilmu. Bebas nilai berarti semua kegiatan
yang terkait dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu itu
sendiri. Ilmu dikatakan bernilai karena menghasilkan pengetahuan yang dapat
dipercaya kebenarannya, yang obyektif, yang terkaji secara kritik.
B.Pengertian Nilai
Filsafat sebagai
“phylosophy of life” mempelajari nilai-nilai yang ada dalam kehidupan dan
berfungsi sebagai pengontrol terhadap keilmuan manusia. Teori nilai berfungsi mirip dengan agama yang menjadi pedoman kehidupan manusia. Dalam
teori nilai terkandung tujuan bagaimana manusia mengalami kehidupan dan memberi
makna terhadap kehidupan ini.
Nilai, bukan sesuatu yang tidak eksis,
sesuatu yang sungguh-sungguh berupa kenyataan, bersembunyi dibalik kenyataan
yang tampak, tidak tergantung pada kenyataan- kenyataan lain, mutlak dan tidak pernah mengalami
perubahan (pembawa nilai bisa berubah).
C. Paradigma Ilmu
Ilmu terbagi
menjadi dua pandangan yaitu ilmu bebas nilai (value free) dan ilmu terikat
nilai/ ilmu tak bebas nilai (value bound). Berikut penjelasan
1. Paradigma Ilmu
Bebas Nilai
Ilmu
bebas nilai dalam bahasa Inggris sering disebut dengan value free, yang
menyatakan bahwa ilmu dan teknologi adalah bersifat otonom. Ilmu secara otonom
tidak memiliki keterkaitan sama seklai dengan nilai. Bebas nilai berarti semua
kegiatan terkait dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu
itu sendiri. Ilmu menolak campur tangan faktro eksternal yang tidak secara
hakiki menentukan ilmu itu sendiri.
Josep
Situmorang menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada 3 faktor sebagai indikator bahwa
ilmu itu bebas nilai, yaitu:
- a. Ilmu harus bebas dari pengendalian-pengendalian nilai. Maksudnya adalah bahwa ilmu harus bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor ideologis, religious, cultural, dan social.
- b. Diperlukan adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu terjamin. Kebebasan di sisni menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
- c. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri itu bersifat universal.
Dalam
pandanagn ilmu yang bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas dapat dibenarkan,
karena hal tersebut untuk kepentingan ilmu itu sendiri, yang terkdang hal
tersebut dapat merugikan lingkungan. Contoh untuk hal ini adalah teknologi air
condition, yang ternyata berpengaruh pada pemansan global dan lubang ozon
semakin melebar, tetapi ilmu pembuatan alat pendingin ruangan ini semata untuk
pengembangan teknologi itu dengan tanpa memperdulikan dampak yang ditimbulakan
pada lingkungan sekitar. Setidaknya, ada problem nilai ekologis dalam ilmu
tersebut, tetapi ilmu bebas nilai menganggap nilai ekologis tersebut menghambat
perkembangan ilmu. Dalam ilmu bebas nilai tujuan dari ilimu itu untuk ilmu.
2. Paradigma Ilmu
Tidak Bebas Nilai
Ilmu yang tidak bebas nilai (value
bond) memandang bahwa ilmu itu selalu terikat dengan nilai dan harus
dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai. Perkembangan nilai tidak
lepas dari dari nilai-nilai ekonomis, sosial, religius, dan nilai-nilai yang
lainnya.
Menurut salah satu filsof yang
mengerti teori value bond, yaitu Jurgen Habermas berpendapat bahwa ilmu,
sekalipun ilmu alam tidak mungkin bebas nilai, karena setiap ilmu selau ada
kepentingan-kepentingan. Dia juga membedakan ilmu menjadi 3 macam, sesuai
kepentingan-kepentingan masing-masing;
- a. Pengetahuan yang pertama, berupa ilmu-ilmu alam yang bekerja secara empiris-analitis. Ilmu ini menyelidiki gejala-gejala alam secara empiris dan menyajikan hasil penyelidikan untuk kepentingan-kepentingan manusia. Dari ilmu ini pula disusun teori-teori yang ilmiah agar dapat diturunkan pengetahuan-pengetahuan terapan yang besifat teknis. Pengetahuan teknis ini menghasilkan teknologi sebagai upaya manusia untuk mengelola dunia atau alamnya.
- b. Pengetahuan yang kedua, berlawanan dengan pengetahuana yang pertama, karena tidak menyelidiki sesuatu dan tidak menghasilkan sesuatu, melainkan memahami manusia sebagai sesamanya, memperlancar hubungan sosial. Aspek kemasyarakatan yang dibicarakan adalah hubungan sosial atau interaksi, sedangkan kepentingan yang dikejar oleh pengetahuana ini adalah pemahaman makna.
- c. Pengetahuan yang ketiga, teori kritis. Yaitu membongkar penindasan dan mendewasakan manusia pada otonomi dirinya sendiri. Sadar diri amat dipentingkan disini. Aspek sosial yang mendasarinya adalah dominasi kekuasaan dan kepentingan yang dikejar adalah pembebasan atau emansipasi manusia.
- Ilmu yang tidak bebas nilai ini memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai dan harus di kembangkan dengan mempertimbangkan nilai. Ilmu jelas tidak mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai kepentingan-kepentingan baik politik, ekonomi, sosial, keagamaan, lingkungan dan sebagainya.
- D. Kaitan Ilmu
- Di dunia modern ini, ilmu sangatlah mendominasi. dipandang dari segi masa depan, ilmu dianggap sebagai sumber nasihat tentang perilaku. Dalam pandangan Habermas, jelas sekali bahwa ilmu sendiri dikonstruksi untuk kepentingan-kepentingan tertentu, yakni nilai relasional antara manusia dan alam, manusia dan manusia, manusia dan nilai penghormatan terhadap manusia. Jika lahirnya ilmu itu terkait dengan nilai, maka ilmu itu sendiri tidak mungkin bekerja terlepas dari nilai.
- Tanggungjawab ilmu pengetahuan dan tekhnologi menyangkut tanggungjawab terhadap hal-hal yang akan dan telah diakibatkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi di masa-masa lalu. Tanggung jawab etis tidak hanya menyangkut mengupayakan penerapan ilmu pengetahuan dan tekhnologi secara tepat dalam kehidupan manusia. Kaitan ilmu terhadap nilai-nilai membuatnya tak terpisahkan dengan nilai
E. Ciri Bebas Nilai beserta Contoh
Dikatakan bebas nilai jika kolompok kajiannya itu ilmu
eksata. Karena ilmu eksakta itu bersifat ilmiah dan selalu bisa berubah definisinya
terhadap sesuatu jika sesuatu tersebut bisa dibuktikan definisinya secara
ilmiah. Serta pokok kajiannya tidak terbatas “ bebas nilai”
Contohnya :
zaman dahulu orang beranggapan bahwa bumi itu pusat tata surya, tetapi setelah
ditemukannya teropong, anggapan tersebut musnah dan digantikan dengan matahari
sebagai pusat tata surya
Dikatakan tidak bebas nilai jika kelompok kajiannya
itu ilmu sosial, karena ilmu sosial memiliki bahan kajian yang sempit, oleh
katena itu dikatakan tidak bebas nilai.
Contohnya: jika seorang ahli dibidang sosial
mengatakan bahwa manusia itu adalah mahluk sosial, maka hanya sebatas itu
kajiannya tidak menyebar ke kajian yang lain.
F. Contoh Tanggung Jawab Sosial
Dikatakan bebas nilai jika kolompok kajiannya itu ilmu
eksata. Karena ilmu eksakta itu bersifat ilmiah dan selalu bisa berubah
definisinya terhadap sesuatu jika sesuatu tersebut bisa dibuktikan definisinya
secara ilmiah. Serta pokok kajiannya tidak terbatas “ bebas nilai”
Contohnya :
zaman dahulu orang beranggapan bahwa bumi itu pusat tata surya, tetapi setelah
ditemukannya teropong, anggapan tersebut musnah dan digantikan dengan matahari
sebagai pusat tata surya
Dikatakan tidak bebas nilai jika kelompok kajiannya
itu ilmu sosial, karena ilmu sosial memiliki bahan kajian yang sempit, oleh
katena itu dikatakan tidak bebas nilai.
Contohnya: jika seorang ahli dibidang sosial
mengatakan bahwa manusia itu adalah mahluk sosial, maka hanya sebatas itu
kajiannya tidak menyebar ke kajian yang lain.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam kehidupan sehari-hari, niali berfungsi mirip dengan
agama yang menjadi pedoman kehidupan
manusia. Dalam teori nilai terkandung tujuan bagaimana manusia mengalami
kehidupan dan memberi makna terhadap kehidupan ini. Nilai bukan sesuatu yang
tidak eksis, sesuatu yang sungguh-sungguh berupa kenyataan, bersembunyi dibalik
kenyataan yang tampak, tidak tergantung pada kenyataan- kenyataan lain, mutlak dan tidak pernah mengalami
perubahan.
Dalam filsafat terdapat dua
pandangan menenai ilmu, yaitu ilmu bebas nilai dan ilmu terikat nilai/tidak
bebas nilai. Ilmu bebas nilai mengemukakan bahwa antara ilmu dan nilai tidak
ada kaitannya, keduanya berdiri sendiri. Menurut pandangan ilmu bebas nilai,
dengan tujuan mengembangkan ilmu pengetahuan kita boleh mengeksplorasi alam
tanpa batas dan tdak harus memikirkan
nilai-nilai yang ada, karena nilai hanya akan menghambat perkembangan
ilmu.
Menurut pandangan ilmu terikat
nilai/tidak bebas nilai, ilmu itu selalu terkait dengan nilai-nilai.
Perkembangan ilmu selalu memperhatikan aspek nilai yang berlaku. Perkembangan
nilai tidak lepas dari dari nilai-nilai ekonomis, sosial, religius, dan
nilai-nilai yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ghozali Bachri, dkk. 2005. Filsafat Ilmu.
Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Rizal
Mustansyir dan Misnal Munir, Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta :
Tiara Wacana
Surajiyo. 2007. Suatu
pengantar Filsafat Ilmu dan
Perkembangannya di Indonesia. Jakarta : Bumi aksara.
Beerling, Kwee, Mooij Van Peursen. 1986. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta :
Tiara wacana.
http : blogpendidikan.com/info/ilmu_bebas_nilai
www.magri.undip.ac.id/images/stories/prof_soedharsono.ppt
http://muhamad-abdorin.blogspot.com/2012/05/ilmu-bebas-nilai.html
bagus mbak tulisannya http://sejarahislamarab.blogspot.com/ www.rangkumanmakalah.com
BalasHapus